Bonus melimpah, bisa jalan-jalan keluar negeri atau mendapatkan mobil atau emas 100gram. Kira kira begitu isi dalam sebuah iklan. Sebuah iming iming agar pelanggan tertarik. Pertanyaannya apakah pelanggan tertarik dengan penawaran tadi.
Sama halnya dengan karyawan yang bekerja di perusahaan. Apakah reward masih relevan untuk jadi hal yang utama? Pertanyaan menarik sebenarnya.
Ini ada sebuah survey yang dilakukan beberapa tahun yang lalu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deloitte di tahun 2021 terhadap generasi millenial diperoleh beberapa temuan menarik.
Berikut adalah hasilnya. Generasi millenial menilai apresiasi atas ide dan hasil kerja merupakan yang paling banyak dicari (83% responden), disusul suasana kantor yang menyenangkan (68%), fleksibilitas kerja (61%), komunikasi yang fleksibel dan tidak birokratis (60%), serta pelatihan dan pengembangan profesional (57%). Sementara itu, gaji atau imbalan kerja menempati urutan kedelapan (33%).
Menariknya gaji atau imbalan kerja itu prioritas ke delapan, alias bukan alasan utama.
Kalau dirunut lebih jauh. Sebuah produk dikembangkan dengan memiliki fitur fitur yang menyelesaikan masalah dan meningkatkan pengalaman bagi mereka. Demikian pula perusahaan, perusahaan memberikan penawaran kepada para pekerjanya sebagai solusi atas masalah dan harapan karyawan.
Berdasarkan harapan dari para pekerja millenial tadi, maka solusi yang harus diangkat lebih kepada faktor budaya. Apakah perusahaan membentuk budaya penghargaan terhadap apresiasi ide dan hasil kerja, suasana kantor tang menyenangkan, dan seterusnya.
Kalau dirunut lebih jauh. Kita akan menemukan diskusi tentang motivasi orang. Apakah orang bergerak karena rewards atau karena hukuman. Dan yang terkini orang tertarik karena ada drive di dalam dirinya. Pada level tertentu, reward dan punishment sudah tidak lagi relevan. Mereka mencari sebuah wujud kontribusi atas misi mereka.
Dan biasanya ini kembali kepada keinginan keinginan baik. Seperti membuat orang lain lebih baik. Mengentaskan kemiskinan, meningkatkan taraf hidup, membuat orang lebih pandai, memberikan kemudahan hidup. Mereka tidak lagi terjebak dalam kebutuhan kebutuhan untuk diri sendiri.
Ini mungkin salah satu kritik terhadap pengelolaan karyawan. Temukan hal mendasar yang mereka butuhkan. Dan tentunya juga bagi management untuk menetapkan budaya baru yang membawa karyawan bergeser dari sebatas kenyangnya perut ke bahagianya hati.